EKSTRAKSI KARAGINAN
Oleh :
Nama : Rina Andriyani
NIM : B1J009052
Kelompok : 3
Rombongan : I
Asisten : Anna Laura Silaban
LAPORAN PRAKTIKUM FIKOLOGI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2011
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara maritim dengan lebih dari 70% permukaan buminya didominasi oleh lautan (bahari). Bahan alam bahari banyak dimanfaatkan dalam bidang pertanian (pangan), industri, kesehatan, dan lingkungan yang umumnya bersumber dari organisme hayati. Banyak senyawa aktif yang diisolasi dari bahan alam bahari seringkali dapat menimbulkan efek mencolok terhadap organisme lain dalam masyarakat organisme bahari, menarik perhatian peneliti. Senyawa aktif tersebut dapat berupa bioaktif ataupun biotoksin.
Eucheuma cottonii diketahui sebagai alga merah (Rhodophyceae) yang ditemukan di bawah air surut rata-rata. Alga ini mempunyai talus yang keras, silindris dan berdaging. Sejak 2700 SM Eucheuma cottonii telah digunakan oleh bangsa Cina sebagai bahan sayuran, obat-obatan dan kosmetik, sedangkan di Indonesia digunakan sebagai bahan sayuran, kue, manisan dan obat-obatan.
Sepanjang garis pantai dan bentangan perairan laut ini terkandung kekayaan sumberdaya alam yang berlimpah seperti ikan, rumput laut, bakau, terumbu karang, dan lain sebagainya. Paradigma pembangunan subsektor perikanan selama ini masih bertumpu pada kegiatan penangkapan dan pengumpulan hasil-hasil perikanan sehingga perlu diubah menjadi kegiatan yang berorientasi kebudidaya. Kegiatan budidaya ini sangat memungkinkan untuk dilaksanakan karena ditunjang oleh perairan pantai Indonesia yang tersebar luas dan mempunyai teluk dengan kondisi perairan yang relatif tenang. Keadaan demikian sangat potensial untuk pengembangan budidaya rumput laut.
Rumput laut merupakan tumbuhan laut yang belum dapat dibedakan antara akar, batang dan daunnya, oleh karena itu disebut thalophyta. Rumput laut memiliki banyak manfaat bagi kehidupan dengan banyaknya produk-produk rumput laut yang dapat dimanfaatkan dalam bidang kesehatan, industri, pangan, kosmetik, dan sebagainya. Beberapa produk rumput laut antara lain: Agar, karaginan, dan furselaran diekstrak dari rumput laut merah (Rhodophyceae), sedangkan alginat diekstrak dari rumput laut coklat (Phaeophyceae).
Secara alami terdapat tiga fraksi karaginan yaitu kappa-karaginan, lamda-karaginan, dan iota-karaginan. Disamping dari rumput laut, hidrokoloid hasil ekstraksi dapat juga diperoleh dari ekstrak tanaman seperti pectin dan ekstrak hewan seperti gelatin.
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum ekstraksi karaginan ini adalah untuk mengetahui proses ekstraksi karaginan dan mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi pada setiap tahapnya.
C. Tinjauan Pustaka
Rumput laut merupakan salah satu sumber devisa negara dan sumber pendapatan bagi masyarakat pesisir. Rumput laut umumnya hidup di dasar laut dan substratnya dapat berupa pasir, pecahan karang (gravel), karang mati, serta benda-benda keras yang terendam di dasar laut. Selain digunakan sebagai bahan makanan, minuman dan obat-obatan, beberapa hasil olahan rumput laut seperti agar-agar, alginat karaginan merupakan senyawa yang cukup penting dalam industri (Istini, 1998).
Sebagian besar rumput laut di Indonesia diekspor dalam bentuk kering
(Suwandi, 1992). Bila ditinjau dari segi ekonomi, harga hasil olahan rumput laut seperti karaginan jauh lebih tinggi dari pada rumput laut kering. Oleh karena itu, umtuk meningkatkan nilai tambah dari rumput laut mengurangi impor akan hasil-hasil olahannya, maka pengolahan rumput laut menjadi karaginan di dalam negeri perlu dikembangkan (Istini, 1998).
Menurut penelitian Eucheuma cottonii memiliki kandungan kimia karaginan dan senyawa fenol, terutama flavonoid. Karagenan, senyawa polisakarida yang dihasilkan dari beberapa jenis alga merah memiliki sifat antimikroba, antiinflamasi, antipiretik, antikoagulan dan aktivitas biologis lainnya. Dimana telah diteliti aktivitas antibakteri pada karagenan yang dihasilkan oleh alga merah jenis Condrus crispus. Selain kareginan yang merupakan senyawa metabolit primer rumput laut tersebut diperkirakan senyawa metabolit sekundernya juga dapat menghasilkan aktivitas antibakteri (Suptijah, 2003).
Karaginan merupakan salah satu olahan dari rumput laut merah. harga hasil olahan rumput laut seperti karaginan jauh lebih tinggi dari pada rumput laut kering. Salah satu spesies Rhodophyta yang berpotensi menghasilkan karaginan adalah Eucheuma cottonii. Rumput laut jenis Eucheuma cottonii ini juga dikenal dengan nama Kappaphycus alvarezii. Oleh karena itu, umtuk meningkatkan nilai tambah dari rumput laut dan mengurangi impor akan hasil-hasil olahannya, maka pengolahan rumput laut menjadi karaginan di dalam negeri perlu dikembangkan (Istini, 1998).
Karaginan merupakan kelompok polisakarida galaktosa yang diekstraksi dari rumput laut. Sebagian besar karaginan mengandung natrium, magnesium, dan kalsium yang dapat terikat pada gugus ester sulfat dari galaktosa dan kopolimer 3,6-anhydro-galaktosa. Berdasarkan unit penyusunnya karaginan terbagi menjadi 3 fraksi, yaitu kappa, iota dan lambda karaginan (Nehen,1987).
II. MATERI DAN METODE
A. Materi
Alat yang digunakan yaitu timbangan analitik, baskom, sendok, saringan, kertas pH, stop watch, saringan 60 mesh, pipet, pengaduk, kain kasa, panci, kompor, becker glass, labu ukur 100 ml, gelas ukur, termometer, dan oven. Sedangkan bahan utama yang digunakan untuk proses karaginan adalah rumput laut Eucheuma cottonii, KOH 10 %, alkohol 96 %, NaCl 0,05 %, kaporit 0,25 %, dan aquades.
B. Metode
Ekstraksi karaginan dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Rumput laut kering ditimbang sebanyak 60 gram
2. Rumput laut direbus dalam panci pada suhu 1200 C selama 15 menit dengan perbandingan 1:15 (15 ml air ditambahkan ke dalam 1 gram rumput laut kering).
3. Tuangkan ke dalam blender dan hancurkan sampai berbentuk pasta
4. Rebus kembali dengan perbandingan 1:30 selama 3 jam
5. Nilai pH estraksi diatur dengan penambahan KOH 10 % (2-3 tetes) sehingga diperoleh pH 8-9
6. Hasilnya kemudian disaring menggunakan kain kasa dalam keadaan panas untuk menghindari terjadinya pembentukan gel
7. Filtrat hasil penyaringan kemudian ditambahkan 0,05 % NaCl sebanyak 50 ml untuk menetralkan pH
8. Pengendapan karaginan dilakukan dengan cara menuangkan filtrat ke dalam alkohol 96% dengan perbandingan 1:2 sedikit demi sedikit
9. Diaduk dan biarkan selama 30 menit, sehingga terbentuk serat karaginan. Serat ini yang disebut filtrate
10. Serat basah keraginan disaring kembali dan diremdam kembali dalam alkohol 96 % dengan perbandingan 1:1
11. Serat basah keraginan yang lebih kaku disaring dan diperas lagi
12. Endapan karaginan dikeringkan di dalam oven dengan suhu 600C sampai kering selama 15-20 jam
13. Setelah itu dihitung hasilnya
menurut metode Glicksman (1978):
Rendemen (%) = Berat senyawa karaginan x 100 %
Berat rumput laut kering
DIAGRAM SKEMATISASI KERJA PEMBUATAN EKSTAK KARAGINAN
Rumput laut Eucheuma sp.
Direbus selama 15 menit dengan perbandingan rumput laut dan air 1:15
Blander
Rebus kembali dengan perbandinga 1:30 selama 3 jam
Diatur pH dengan KOH 10 % sehingga nilai pH 8-9
Disaring dalam keadaan panas
Penambahan NaCl 0,05 % sebanyak 50 ml
Filtrat dituang kedalam alkohol 96 % dengan perbandingan 1:2
Diaduk dan biarkan selama 30 menit
Serat karaginan basah disaring dengan kain kasa
Direndam kembali dalam alkohol 96 % selamam 30 menit dengan perbandingan 1:1
Serat basah keraginan yang lebih kaku disaring dan diperas lagi
Endapan karaginan dikeringkan di dalam oven dengan suhu 600C sampai kering selama 15-20 jam
Nilai rendemen karaginan dihitung
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
- Hasil
Gambar 1. Ekstraksi Karaginan
Tabel. Hasil pengamatan ekstraksi karaginan Euchema cotonii
No | Perlakuan | Tujuan | Perubahan/Hasil |
1. | Pemberian Kaporit | Untuk pemucatan | - |
2. | Eucheuma cottonii direbus dalam panci | Agar lebih lunak sehingga mudah diblender | - |
3. | Penghalusan dengan blender | Agar tekstur RL lebih halus | - |
4. | Estraksi menggunakan KOH 10% sambil diaduk selama 30 menit |
Membuat pH agar 8-9 | rumput laut larut / bercampur, dengan pH 8-9 |
5. | Penyaringan dengan kain kasa | Untuk memperoleh filtrat dan pemisahan dari ampas | Larutan menjadi bubur |
6. | Penambahan NaCl 0,05% 50ml | Menetralkan pH | Endapan berwarna putih |
7. |
Alkohol 96% diaduk selama 30 menit
| Mempercepat pengendapan,dan menghasilkan karaginan basah (filtrat) Untuk pembentukan serat dan agar karaginan yang terbentuk stabil | Terbentuk endapan berwarna coklat encer |
8. | Penyimpanan dalam oven 600C selama 15-20 jam
| Pengeringan,dan menghilangkan kadar air yang tersisa | Karaginan |
Perhitungan :
Dik : produk akhir = 6,67 g
Bobot bahan baku = 60 g
= 11,12 %
B. Pembahasan
Karaginan merupakan polisakarida yang diekstraksi dari rumput laut merah dari jenis Chondrus, Eucheuma, Gigartina, Hypnea, Iradea dan Phyllophora. Polisakarida ini merupakan galaktan yang mengandung ester asam sulfat antara 20-30 % dan saling berikatan dengan ikatan (1,3): B (1,4) D glikosidik secara berselang-seling. Karaginan dibedakan dengan agar berdasarkan kandungan sulfatnya, karaginan mengandung minimal 18% sulfat sedang agar-agar hanya mengandung sulfat 34 %. Dalam dunia perdagangan karginan dibagi menjadi 3 jenis, yaitu kappa, iota dan lamda karaginan. Kappa karaginan dihasilkan dari rumput laut jenis Eucheuma cottonii, sedang iota-karaginan dihasilkan dari Eucheuma spinosum. Karaginan digunakan sebagai stabilisator, pengental, pembentuk gel, pengemulsi, pengikat dan pencegah kristalisasi dalam industri makanan dan minuman, farmasi, kosmetik dan lain-lain. Rumus struktur karaginan adalah :
Karaginofit yang tumbuh dominan di perairan Indonesia adalah rumput laut jenis Euchema dan Hypnea. Berdasarkan struktur kimianya karaginan dapat dibagi menjadi 3 jenis yakni: iota, kappa dan lambda-carrageenan. Secara umum struktur molekul karaginan merupakan polisakarida rantai panjang tidak bercabang yang tersusun atas gugus 3,6-anhydro-Dgalaktosa dan gugus sulfat ester. Iota karaginan dapat diekstrak dari rumput laut jenis E. spinosum dan E. muricatum, lamda-karaginan dihasilkan dari rumput laut jenis Chondrus chondrus yang banyak terdapat diperairan subtropics, dan kappa carrageenan umumnya dihasilkan dari rumput laut jenis E. cottonii, E. dule, E (Kappaphycus) alvarezii dan Hypnea. E. cottonii dan E. spinosum dominan tumbuh di perairan Indonesia dan Filipina. Rumput laut penghasil iota yang tumbuh dominan di perairan Indonesia adalah E. spinosium yang diperkirakan mencapai 80–90%, sedangkan K.alvarezii sebagai penghasil kappa-karaginan mendominasi lahan budidaya di Indonesia (Istini dan Zatnika, 1991).
Karaginan merupakan senyawa hidrokoloid yang terdiri atas ester kalium, natrium, magnesium dan kalium sulfat dengan galaktosa 3,6 anhidrogalaktosa kopolimer. Karaginan adalah suatu bentuk polisakarida linear dengan beratmolekul di atas 100 kDa (Winarno, 1996).
Karraginan adalah nama umum untuk sejenis bahan pembentuk gel, polisakarida pengental yang dapat diperoleh dengan ekstraksi dari beberapa jenis rumput laut merah (Rhodophyceae) (Ferdian, 2009). Karaginan tersusun dari perulangan unit-unit galaktosa dan 3,6-anhidro galaktosa (3,6-AG). Karaginan merupakan hidrokoloid hasil ekstraksi dari rumput laut merah yang merupakan senyawa polisakarida komplek. Senyawa tersebut dibangun oleh sejumlah unit galaktosa dan 3,6-anhydrogalaktosa baik yang mengandung sulfat maupun tidak dengan ikatan alfa 1,3-D-galaktosa dan beta 1,4-3,6-anhydrogalaktosa (FMC Corp, 1977).
Menurut Hellebust dan Cragie (1978), karaginan terdapat dalam dinding sel rumput laut atau matriks intraselulernya dan karaginan merupakan bagian penyusun yang besar dari berat kering rumput laut dibandingkan dengan komponen yang lain. Jumlah dan posisi sulfat membedakan macam-macam polisakarida Rhodophyceae, seperti yang tercantum dalam Federal Register, polisakarida tersebut harus mengandung 20 % sulfat berdasarkan berat kering untuk diklasifikasikan sebagai karaginan. Berat molekul karaginan tersebut cukup tinggi yaitu berkisar 100 - 800 ribu (deMan, 1989). Karaginan merupakan getah rumput laut yang diperoleh dari hasil ekstraksi rumput laut merah dengan menggunakan air panas (hot water) atau larutan alkali pada temperatur tinggi. Karaginan merupakan nama yang diberikan untuk keluarga polisakarida linear yang diperoleh dari alga merah dan penting untuk pangan (Glicksman 1983).
Rendemen merupakan salah satu parameter penting dalam menilai efektif tidaknya proses pembuatan tepung karaginan. Efektif dan efisiennya proses ekstraksi bahan baku untuk pembuatan tepung karaginan dapat dilihat dari nilai rendemen yang dihasilkan. Perhitungan rendemen dilakukan untuk mengetahui persentase karaginan yang dihasilkan dari rumput laut kering yang digunakan berdasarkan umur panen, konsentrasi KOH dan lama ekstraksi (Soediro, 1998) .
Rendemen yang dihasilkan dalam proses estraksi karaginan memiliki kadar 11,12 %. Hasil tersebut menunjukkan hasil yang kurang optimal untuk jumlah berat kering. Kurang banyaknya karaginan yang didapatkan disebabkan adanya proses ekstraksi karaginan yang tidak sempurna, sehingga mengakibatkan berkurangnya jumlah karaginan yang di dapat. Sehingga hasilnya tidak sesuai dengan standar persyaratan minimum rendemen karaginan yang ditetapkan oleh Departemen Perdagangan (1989), yaitu sebesar 25 %. Semakin besar bobot rendemen karginan maka semakin bagus kualitas dan standar mutunya. Karaginan merupakan getah rumput laut dari jenis Eucheuma cottonii yang diekstraksi dengan air atau larutan alkali panas. Indonesia sampai saat ini belum ada standard mutu karaginan. Standard mutu karaginan yang telah diakui dikeluarkan oleh Food Agriculture Organization (FAO), Food Chemicals Codex (FCC) dan European Economic Community (EEC). Spesifikasi mutu karaginan dapat dilihat pada Tabel.
Tabel Standar mutu karaginan
Spesifikasi
| FAO | FCC | EEC |
Zat volatil (%) | Maks. 12 | Maks. 12
| Maks. 12
|
Sulfat (%) | 15-40 | 18-40
| 15-40 |
Kadar abu | 15-40 | Maks.35
| 15-40 |
Viskositas | Min. 5
| - | - |
Kadar Abu Tidak Larut Asam (%) | Max 1 | Maks.1
| Maks.2
|
Logam Berat : Pb (ppm) | Maks. 10 | Maks.10
| Maks.10
|
As (ppm)
| Maks. 3
| Maks. 3
| Maks.3
|
Cu (ppm)
| - | - | Maks.50
|
Zn (ppm) | - | - | Maks.25
|
Kehilangan karena pengeringan (%) | Maks. 12
| Maks. 12
| - |
Rumput laut yang digunakan dalam praktkum kali ini adalah Eucheuma cottonii yang merupakan jenis rumput laut merah (Rhodopyceae). Memiliki ciri-ciri umum, Thalus (kerangka tubuh tanaman) bulat silindris, permukaan licin, kartilogeneus dan gepeng. Keadaan warna tidak selalu tetap, kadang-kadang berwarna hijau, hijau kuning, abu-abu atau merah, bercabang berselang tidak teratur, memiliki bernjolan-benjolan (blunt nodule) dan duri-duri atau spesies, substansi thalus gelatinus dan atau kartilagenus (lunak seperti tulang rawan) (Aslan, 1995). Penampakan thalli bervariasi mulai dari bentuk sederhana sampai kompleks. Duri-duri pada thallus runcing memanjang, agak jarang-jarang dan tidak bersusun melingkari thallus. Percabangan ke berbagai arah dengan batang-batang utama keluar saling berdekatan ke daerah basal (pangkal). Tumbuh melekat ke substrat dengan alat perekat berupa cakram. Cabang-cabang pertama dan kedua tumbuh dengan membentuk rumpun yang rimbun dengan ciri khusus mengarah ke arah datangnya sinar matahari (Atmadja, 1996).
Klasifikasi Eucheuma cottonii menurut Doty, 1985 adalah :
Kingdom : Plantae
Divisi : Rhodophyta
Kela : Rhodophyceae
Ordo : Gigartinales
Famili : Solieracea
Genus : Eucheuma
Species : Eucheuma cottonii
Kebanyakan proses karaginan menggunakan rumput laut Eucheuma cottonii karena Eucheuma cottonii merupakan penghasil karaginan yang paling banyak, digunakan sebagai pengatur keseimbangan, bahan pengental, bahan pembentuk gel, dan bahan pengemulsi (Indriani, 1999). Selain itu, karaginan juga digunakan untuk tekstil, jaket kulit, kosmetik, dan industri masakan. Pemanfaatan rumput laut penghasil karaginan merupakan komoditi ekspor untuk bahan baku industri karaginan di luar negeri. Di Indonesia pengolahan rumput laut menjadi karaginan sampai saat ini baru mencapai setengah murni (Rahayu et al., 2004).
Dalam bidang industri makanan karaginan digunakan antara lain sebagai:
a) Makanan : pembuatan, kue, roti, makaroni, jam, jelly, sari buah, bir, es krim, dan gel pelapis produk daging
b) Farmasi : pasta gigi, obat-obatan, kosmetik, tekstil, dan cat
(Rahayu, et al., 2004).
Adapun perbedaan antara agar, alginat, dan karaginan adalah :
1. Alginat, digunakan pada industri :
a. farmasi sebagai emulsifier, stabilizer, suspended agent dalam pembuatan tablet, kapsul;
b. kosmetik : sebagai pengemulsi dalam pembuatan cream, lotion dan saus.
c. makanan : sebagai stabilizer, additive atau ahan tambahan dalam industri tekstil, kertas, keramik, fotografi dan lainlain;
2. Agar-agar, banyak digunakan pada industri/bidang :
a. makanan : sebagai stabilizer, emulsifier, thickener
b. mikrobiological : sebagai cultur media
c. kosmetik : sebagai pengemulsi.lainnya digunakan sebagai additive dalam industri kertas, tekstil.
3. Karaginan, biasanya diproduksi dalam bentuk garam Na, K, Ca yang dibedakan dua macam yaitu Kappa karaginan dan lota karaginan berasal dari Eucheuma cottonii dan Eucheuma striatum. Iota kagarinan berasal dari Eucheuma spinosum. Kedua jenis karaginan tersebut dapat berfungsi sebagai stabilizer, thickener, emulsifer, gelling agent.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa:
1. Proses estraksi karaginan terdiri dari perebusan, estraksi, pengendapan, dan pengeringan.
2. Hasil estraksi dari bobot kering Rumput Laut Eucheuma cotoonii sebanyak 60 gr dan produk akhir 6,67 gr diperoleh rendemen karaginan sebesar 11,12 %.
DAFTAR REFERENSI
Aslan, M. Laode. 1998. Budidaya Rumput Laut. Kanisius, yogyakarta.
Atmadja, W. 1996. Pengenalan Jenis Algae Merah (Rhodophyta). Puslitbang Oseanologi LIPI, Jakarta.
deMan JM. 1989. Kimia Makanan. Padmawinata K, penerjemah. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Terjemahan dari: Principles of Food Chemistry. hlm 190-212.
Doty, MS. 1985. Eucheuma alvarezii sp.nov (Gigartinales, Rhodophyta) from Malaysia. Di dalam: Abbot IA, Norris JN (editors). Taxonomy of Economic Seaweeds. California Sea Grant College Program. p 37 – 45.
FAO. 1990. Training Manual on Gracilaria Culture and Seaweed Processing in China. Rome. p 37-42.
Ferdian, Falaah, Asron & Diah Ayu Kurniawati. 2009. Optimasi Proses Pembuatan Karaginan dari Rumput Laut (Eucheuma Cottonii) Menggunakan Pelarut Koh Dengan Response Surface Methodology Jurusan Teknik Kimia, Fak. Teknik, Universitas Diponegoro : Semarang.
FMC Corp. 1977. Carrageenan. Marine Colloid Monograph Number One. Marine Colloids Division FMC Corporation. Springfield, New Jersey. USA. p 23-29.
Glicksman, M. 1969. Gum Technology in the Food Industry. New York: .Academic Press. p 214- 224.
Hellebust, JA, Cragie JS. 1978. Handbook of Phycological Methods. London: Cambridge University Press. p 54-66
Indriani, H dan Sumiarsih. 1999. Budidaya, Pengelolaan serta Pemasaran Rumput Laut . Penebar Swadaya, Jakarta.
Istini, S. dan Suhaimi., 1998, Manfaat dan Pengolahan Rumput Laut, Lembaga Oseanologi Nasional, Jakarta.
Istini S, Zatnika A. 1991. Optimasi Proses Semirefine Carrageenan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii. Di dalam: Teknologi Pasca Panen Rumput Laut.Prosiding Temu Karya Ilmiah; Jakarta, 11-12 Maret 1991. Jakarta: DepartemenPertanian. hlm 86-95.
Nehen, I. K., 1987, Study Kelayakan Usaha Budidaya Rumput Laut di daerah Bali, Universitas Udayana, Denpasar
Rahayu, U. et al,.2004. Pembuatan Karaginan Kering dari Rumput Laut Euchema cotonii. Buletin Litkayasa Akuakultur.3(2).
Rahayu, U. et al,.2004. Analisis Sifat Kimia dan Fisik Kappa Karaginan dari Rumput Laut Euchema cotonii. Buletin Litkayasa Akuakultur.3(2).
Soediro, Iwang. 1998. Warta Tumbuhan Obat Indonesia. Produk Alam Bahari dan Pemanfaatannya. Volume 4, Nomor 1. Jakarta: Kelompok Kerja Nasional Tumbuhan Obat Indonesia.
Suptijah, Pipih. 2003. Rumput Laut: Prospek dan Tantangannya. http:// members.tripoid.com/~ugm2/mti101.htm,06/05/11,21:10:08.
Suwandi, 1992, Isolasi dan Identifikasi Karaginan Dari Rumput Laut Eucheuma cottonii, Lembaga Penelitian Universitas Sumatra Utara, Medan.
Winarno, F. G. 1996. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar